Kamis, 02 Februari 2012

PENGARUH PEMBERIAN BOKASHI KAYAMBANG TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TANAH GAMBUT

PENELITIAN SURIYANI MAHASISIWA PROGRAM STUDI PERKEBUNAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA






I.        PENDAHULUAN
1.1              Latar  Belakang
Kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting (Setyamidjaja,2006). Selama kurun waktu 20 tahun terakhir kelapa sawit menjadi komoditas andalan ekspor dan komoditas yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan harkat petani pekebun serta para transmigran di Indonesia (Pardamen, 2008). Salah satu provinsi  pengembangan perkebunan  kelapa sawit adalah Kalimantan Tengah.
Program prioritas pembangunan provinsi Kalimantan Tengah yang keempat adalah peningkatan ekonomi kerakyatan, diantaranya melalui pengembangan perkebunan. Untuk itu sebagai paradigma pembangunan perkebunan Kalimantan Tengah adalah perkebunan untuk kemakmuran rakyat. 
Pembangunan perkebunan di Kalimantan Tengah dilakukan melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis terpadu, berkelanjutan melalui perkebunan rakyat dan perkebunan besar (Potensi pengembangan perkebunan,2010).
Menurut BPS provinsi Kalimantan Tengah tahun 2010. Total luas areal tanaman perkebunan besar negara, perkebunan swasta, dan perkebunan rakyat di seluruh kabupaten atau kota di Kalimantan Tengah adalah sebesar 909.703 Ha, dengan produksi mencapai 1.449.987 ton (angka sementara).
Program pembangunan provinsi Kalimantan Tengah di bidang perkebunan kelapa sawit dilakukan di berbagai lahan salah satunya adalah lahan gambut. Namun kenyataannya pemanfaatan tanah gambut masih sangat terbatas karena adanya kendala-kendala utama dalam pemanfaatan lahan gambut bagi usaha pertanian  seperti tingkat pelapukannya tergolong muda, kedalaman gambut tinggi , berasal dari kayu-kayuan yang miskin unsur hara, KTK yang tinggi, kejenuhan basa rendah, nisbah C/N tinggi, serta tanah memiliki pH rendah. Kondisi demikian tidak menunjang lingkungan  tumbuh dan kemunculan penyediaan unsur hara yang memadai bagi tanaman (Munir, 1996). Untuk itu ada berbagai macam kriteria yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan lahan gambut.  Menurut Limin (2000), kriteria tanah gambut berdasarkan ketebalan lapisan bahan di bawah gambut  dan hidrologi 50-100 cm dengan bahan di bawah lapisan gambut mineral liat tak bermasalah untuk padi, palawija dan komoditi perkebunan.
Berdasarkan peraturan mentri pertanian no. 14/ Permentan/ PL.110/2/2009, tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit, oleh karena keterbatasan ketersediaan lahan, pengusahaan budidaya kelapa sawit dapat dilakukan di lahan gambut dengan memenuhi kriteria yang dapat menjamin kelestarian fungsi lahan gambut, yaitu: (a) diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya, (b) ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter, (c) substratum tanah mineral di bawah gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam, (d) tingkat kematangan gambut saprik (matang) atau hemik (setengah matang), dan (e) tingkat kesuburan tanah gambut eutropik. Salah satu upaya peningkatan produksi tanaman pada tanah gambut juga dapat dilakukan dengan berbagai macam alternatif  diantaranya penambahan unsur hara , penggunaan pupuk organik atau anorganik.

Sekarang telah digalakkan penggunaan pupuk organik untuk budidaya tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Salah satunya pada tanaman kelapa sawit yaitu pembibitan main nursery, yang  dapat menggunakan pupuk organik seperti bokashi kayambang.
 Kayambang (Salvinia molesta ) mempunyai kandungan unsur hara terutama unsur hara nitrogen yang cukup tinggi. Menurut Yatazawa dan Suselo (1979) dalam Widiastuti (2005) mengutarakan bahwa kayambang dapat mengikat nitrogen di udara. Kayambang yang berasosiasi dengan alga biru yang terdapat di akar dapat mengikat nitrogen di atmosfer menjadi nitrogen dalam hidrosfer.  Pemanfaatan kayambang sebagai pupuk organik akan menghemat penggunaan pupuk anorganik (Wati,2007). Menurut (Bangun, 1988 dalam Wibawanti, 1989), Nilai N-Total dalam kayambang segar 1,93%, artinya dalam setiap 1 kg Kayambang  segar terdapat 19,3 gram Nitrogen. Menurut (Bangun, 1988 dalam Wibawanti, 1989 ) dari data hasil penelitian di Indonesia menunjukkan kandungan unsur hara yang terdapat pada kayambang yaitu nitrogen 1,93 %, fospor 0,84 %, kalium 0,47%, besi 0,15 %.
Menurut Jacono (2003), dalam Jagau, Krismawati dan Sustiyah (2004), Kayambang (Salvinia molesta ) merupakan salah satu paku air yang berkembang secara vegetatif dan toleran terhadap stress sehingga paku ini dianggap sebagai spesies yang agresif kompetitif. Mengingat sifatnya yang sangat ekspansif, toleran stress lingkungan, mudah diperoleh dan mampu mengikat nitrogen di udara, maka dapat digunakan sebagai pupuk organik yang mampu menyumbangkan unsur hara bagi tanaman. Untuk mengahasilkan kandungan unsur hara maka kayambang harus dilakukan dekomposisi agar terombak menjadi mineral-mineral organik sehingga dapat diserap oleh akar tanaman. Salah satu yang dapat dilakukan untuk mengolah kayambang adalah pengomposan atau bokashi.
Bokashi adalah hasil fermentasi   bahan organik dengan teknologi EM4 (efective mikroorganisme). Bokashi dapat digunakan sebagi pupuk organik untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bokashi dapat dibuat beberapa hari dan langsung digunakan sebagai pupuk (Wididana dkk, 1996).
            Dengan demikian dirasa perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian bokashi kayambang terhadap pertumbuhan bibit tanaman perkebunan kelapa sawit pada tanah gambut.
1.2       Perumusan Masalah
            Pembibitan kelapa sawit merupakan tahap yang penting pada budidaya kelapa sawit karena dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman di lapangan dan tingkat produktivitas buah kelapa sawit setelah menghasilkan, sehingga perlu pemeliharaan yang efektif dan efesien. Kesuburan tanah sangat mempengaruhi  pertumbuhan bibit pada pembibitan main nursery , dengan tingkat kesuburan tanah yang baik akan menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan cara pemberian pupuk organik seperti bokashi kayambang, karena pupuk ini mengandung unsur hara yang cukup tinggi yang berguna untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit. Penggunaan tanah gambut sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit akan mengalami kendala karena kandungan unsur hara tanah yang rendah. Oleh karena itu dengan pemanfaatan bokashi kayambang sebagai pupuk dengan pemberian dosis yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
1.      Apakah pemberian bokashi kayambang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
2.    Pada dosis berapa pemberian bokashi kayambang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
1.3              Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bokashi kayambang (Salvinia molesta ) terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah gambut.
1.4              Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.      Pemberian bokashi kayambang dapat meningkatkan  pertumbuhan bibit kelapa sawit.
2.      Dosis bokashi kayambang 2 kg.polibag-1 memberikan pengaruh paling baik terhadap  pertumbuhan bibit kelapa sawit.


I.        TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Tinjauan Umum Tanaman Kelapa Sawit
            Menurut Fauzi, dkk (2005), tanaman kelapa sawit berdasarkan taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom          : Plantae
Divisi                : Spermatophyta
Klass                : Angiospermae
Sub Klass         : Monocotyledonae
Ordo                : Graminae
Famili               : Graminaceae
Genus               : Elaeis
Spesies : Elaeis guenensis Jacq
Menurut Setyamidjaja (1991), pertumbuhan kelapa sawit dibedakan atas dua fase pertumbuhan yaitu fase pertumbuhan vegetatif dan fase pertumbuhan generatif. Fase pertumbuhan vegetatif meliputi pembentukan akar, batang, dan daun, sedangkan fase pertumbuhan generatif meliputi pembentukan bunga dan buah.
Akar
Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar kelapa sawit tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tersier, dan akar kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah sampai batas permukaan air tanah. Sedang akar sekunder, tersier, dan kuarter menuju ke lapisan atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Disamping itu akan tumbuh pula akar napas yang timbul di atas permukaan air tanah atau di dalam tanah dengan aerasi baik. Akar kuarter berfungsi sebagai penyerap makanan. Fungsi utama akar adalah sebagai penyerap hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun (Fauji dkk, 2005).
Batang
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, sehingga batangnya tidak mempunyai kambium  dan tidak bercabang. Batang berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm atau tergantung pada keadaan lingkungan. Tinggi batang bertambah kira-kira 25-45 cm per tahun tetapi dalam kondisi lingkungan yang sesuai dapat mencapai 100 cm per tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan adalah 15-18 m, sedangkan di alam mencapai 30 m, karena tanaman terlalu tinggi akan menyulitkan pemetik buah, maka perkebunan kelapa sawit menghendaki tanaman yang bertambah tinggi batangnya sedikit. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut makanan (Fauji dkk, 2005).
Daun
Susunan daun kelapa sawit mirip dengan daun kelapa yaitu membentuk susunan majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk pelepah daun yang panjang dapat mencapai 7,5 – 9 m, jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur daun akan cepat membuka sehingga makin efektif dalam menjalankan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi (Fauji dkk, 2005).
Bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan, serta memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar (Fauji dkk, 2005).
Buah
Buahnya yang masih muda berwarna hijau pucat, kemudian berubah menjadi hijau kehitaman, semakin tua warna cerah kuning (jingga). Mulai dari penyerbukan sampai buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5-6 bulan. Cuaca kering yang terlalu panjang dapat memperlambat pematangan buah (Setyamidjaja, 1991).
            Menurut Setyamidjaja (1991) secara anatomi bagian-bagian buah kelapa sawit dari luar ke dalam adalah sebagai berikut: (a) Epikarpium, yaitu kulit yang keras dan licin; (b) Mesokarpium, yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi (tinggi rendahnya kandungan minyak kelapa sawit tergantung pada umur dan varietas tanaman kelapa sawit). Biji juga mempunyai bagian: (1) Endokarpium (kulit biji), berwarna hitam dan keras; (2) Endosperm (kernel atau daging biji), berwarna putih dari bagian akar dihasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi.; (3) Lembaga atau embrio.
Berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi 3 jenis yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Dura merupakan jenis kelapa sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal. Buah kelapa sawit jenis ini tandan buahnya besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%, namun demikian kelapa sawit jenis ini dianggap dapat memperpendek umur mesin pengolah. Kelapa sawit jenis Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Kelapa sawit jenis Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Kelapa sawit jenis ini dianggap bibit unggul, sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil.  Kelapa sawit jenis Tenera unggul persentase daging per buahnya dapat mencapai 16-18% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 22-24% (Fauji dkk, 2005).
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Menurut Fauji dkk. (2005), Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga termurah, rendah kadar sterol, dan kandungan karoten  yang lebih dari pada jenis-jenis minyak nabati lainnya.
Ekologi
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh di daerah antara 12o Lintang Utara 12o Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari, dan suhu optimum berkisar 24-38oC. Ketinggian di atas permukaan laut yang optimum berkisar 0-500 meter (Risza, 1994).
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre- nursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona khatulistiwa, intensitas cahaya matahari bervariasi 1.410- 1.540 J/cm2/ hari. Intensitas cahaya matahari sebesar 1.410 terjadi pada bulan Juni dan Desember, sedangkan 1.540 terjadi pada bulan Maret dan September. Dengan semakin jauhnya suatu daerah dari khatulistiwa misalnya pada daerah 10° LU-  intensitas cahaya matahari akan turun dan berkisar 1.218 sampai 1.500 J/cm2/ hari. Intensitas 1.218 terjadi pada bulan Desember, sedangkan 1.500 terjadi pada priode Maret- September (Pahan, 2006 )
Intensitas cahaya matahari optimum yang diperlukan oleh tanaman bervariasi menurut jenis tanaman. Salah satu pengaruh kualitas dari intensitas dan lama penyinaran adalah perubahan morfologi dan fisiologi tanaman (Geise, 1973; Hartley, 1977 dalam Sastrosayono, 2005). Cahaya matahari mendorong pembentukan bunga, pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan buah Menurut (Corley, 1976 dalam Sastrosayono, 2005) berkurangnya lama penyinaran matahari akan mengurangi asimilasi (karbohidrat) dan mengurangi jumlah bunga betina.
Kelapa Sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah antara lain: Tanah  Padsolik Coklat, Padsolik Kuning, Padsolik Coklat Kekuningan, Padsolik Merah Kuning, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik, Organosol (Tanah Gambut) (Risza, 1994 ).
Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah 4 – 6,5 sedangkan pH optimum berkisar 5-5,5. Permukaan air tanah dan pH sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara yang dapat diserap oleh akar (Risza, 1994 ).
Habitat asli tanaman kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm. tahun-1, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Suhu optimum tanaman kelapa sawit sekitar 24 – 28 °C untuk dapat tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu 18 °C dan tertinggi 32 °C (Fauji dkk, 2005).
2.2              Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang harus dimulai paling lambat satu tahun sebelum penanaman di lapangan. Standar yang biasa dilakukan adalah pembibitan 1 ha kelapa sawit untuk menyediakan bibit tanaman di kebun seluas 71 ha. Lokasi pembibitan harus mendapat perhatian, terutama hal-hal sebagai berikut : (1). dekat dengan sumber air, (2) bebas genangan air atau banjir, (3) dekat dari pengawasan mudah dikunjungi, (4) tidak jauh dari areal yang akan ditanami, dan (5) tidak terlalu jauh dengan sumber tanah (top soil) untuk mengisi polybag (Ningsih, 2009).
Untuk memperoleh bibit yang berasal dari biji dapat dilakukan dengan mengusahakan sendiri atau memesan ke produsen resmi bibit kelapa sawit yang telah ditunjuk pemerintah. Kegiatan mengusahakan bibit kelapa sawit dimulai dengan melakukan seleksi biji, mengecambahkan, menyemai, dan membibitkannya (Ningsih, 2009).
Pada dasarnya dikenal dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan ganda (double stage system) dan sistem pembibitan tunggal (single stage system). Pada penerapan sistem tahap ganda, penanaman bibit dilakukan sebanyak dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan pendahuluan, yaitu kecambah ditanam dengan menggunakan plastik polibag kecil sampai bibit berumur 3 bulan, kemudian tahap kedua bibit tersebut ditanam ke pembibitan utama yang menggunakan plastik polibag besar selama 9 bulan. Pada sistem pembibitan tahap tunggal, bibit langsung di tanam di dalam plastik polibag besar hingga berumur 12 bulan tanpa harus ditanam di dalam plastik polibag kecil. Pada prinsipnya sistem manapun yang dipilih tujuannya sama, yaitu untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan kemampuan adaptasinya yang besar sehingga faktor kematian bibit di pembibitan dan setelah di lapangan dapat ditekan. Pekerjaan yang dilakukan pada pembibitan ini meliputi: Pembuatan pembibitan awal (0 – 3 bulan), meliputi pekerjaan : persiapan lahan dan perataan lahan, pengadaan alat dan bahan, pembuatan naungan, pembuatan jaringan irigasi dan penanaman. Pembuatan pembibitan utama (3 – 9 bulan), meliputi pekerjaan : persiapan lahan dan perataan lahan, pengadaan alat dan bahan, pemindahan tanaman dari plastik kecil ke plastik besar, pengaturan jarak. Pemeliharaan tanaman meliputi : pemupukan, penyiraman, pengendalian hama penyakit, penyiangan gulma, dan seleksi bibit.
http://regionalinvestment.com/newsipid/userfiles/komoditi/2/oilpalm_profilsingkat.pdf.
            Media tanam untuk pembibitan kelapa sawit dapat berupa tanah gambut dengan ketebalan 50-100 cm dengan tingkat kematangan saprik. Menurut Limin (2000), kriteria pemanfaatan gambut berdasarkan ketebalan  bahan gambut dan hidrologi 50-100 cm dengan bahan di bawah lapisan gambut mineral liat tak bermasalah untuk padi, palawija dan komoditi perkebunan. Peraturan mentri pertanian no. 14/ permentan/PL.110/2/2009 tentang pedoman pemanfaatan tanah gambut untuk budidaya kelapa sawit adalah gambut dengan tingkat kematangan saprik dan hemik.
2.3              Kayambang (Salvinia molesta)
Menurut Pancho dan Soerjani (1978), berdasarkan sistematika tumbuhan kayambang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
            Divisio              : Pteridophyta
            Class                : Pterophyta
            Sub class          : Salviniaceae
            Ordo                : Salviniaceae
            Genus               : Salvinia
            Spesies : Salvinia molesta D.S Mitchell
Kayambang mempunyai batang yang tumbuh menjalar, pada setiap bukunya terdapat sepasang daun yang mengapung (floating leaves) dan satu daun berada di bawah permukaan air (Sub Mergent Leaf) menggantung dalam air dan membentuk serabut seperti akar. Batang kayambang merupakan suatu rhizome horizontal dan mengapung tepat di bawah permukaan air (Mitchell, 1979).
Daun kayambang mengandung banyak jaringan parenkim. Daunnya berselang, bagian pangkal daun berlekuk seperti jantung, daun yang mengapung (tidak mudah terbasahi air, berbentuk elips dan lebarnya tidak melebihi 3 cm. permukaan atas daun ditutupi papillae, yang terdiri atas empat buah yang bersatu pada ujung. Permukaan bawah dari daun ini gundul, kecuali pada tulang daun terdapat rambut-rambut yang sederhana bentuknya (Wati, 2007).
Pertumbuhan kayambang terdiri atas tiga stadium. Pada stadium pertama daunnya kecil-kecil kurang lebih 1,5 cm, mengapung sejajar dengan permukaan air. biasanya diperlukan ruang tumbuh yang tidak terbatas. Ruas-ruas batang cukup panjang.  Batang mudah patah dan cepat berkembang biak karena masing-masing potongan mampu tumbuh membentuk individu baru (Mitchell, 1979 ). Pada stadium ke dua daun-daun berukuran lebar > 2 cm. bentuk daun seperti perahu terbalik dengan bagian atas bulat. Bagian bawah dau terutama tulang daun bersentuhan dengan air. Ruas-ruas batang agak panjang, daun belum saling menutupi. Stadium ke-3 tercapai bila tumbuh berdesak-desakan. Daun-daun lebarnya dapat mencapai 6 cm. Batang daun lonjong sehingga semakin melebar dengan pinggir daun melekuk seperti telinga dan agak kasar. Sebagian besar daun tidak menyentuh air, daun melipat dan bertumpuk satu sama lain. Tumbuh lebih kuat dengan ruas-ruas relatif pendek. Pada stadium ini biasanya  sudah berbentuk sporkarp (Nguyen, 1974 dalam Wati, 2007).
Jaringan pembuluh kurang berkembang dan mempunyai ruang-ruang udara yang sambung menyambung. Kedua sifat ini mempunyai ciri khas dari tumbuhan air. Stomata tidak sempurna dan hanya terdapat pada permukaan daun sebelah atas (Mitchell, 1979 ).
Kayambang tidak mampu memperbanyak diri secara seksual. Kayambang membentuk sporokarp, tetapi perkembangbiakan melalui spora tidak memungkinkan karena pertumbuhan spora-spora makro tidak sempurna (Nguyen, 1974 dalam Wati, 2007).
Perkembangbiakan vegetatif kayambang berlangsung melalui fragmentasi tubuh tanaman. Regenerasi dari potongan kecil yang selanjutnya membentuk tunas baru (Nguyen, 1974 dalam Wati, 2007 ). Pada stadium pertama dan kedua batangnya mudah patah dan setiap ketiak daun dan ujungnya dapat mengeluarkan tunas terutama bila jaringan tersebut masih muda (Mitchell, 1979 ).
Penyebaran kayambang secara alami terjadi oleh air. Dalam lingkungan perairan dapat terbawa oleh kapal, tersangkut jaringan penangkap ikan atau hewan yang meminum air. Penyebaran kayambang yang utama adalah manusia, tumbuhan ini mudah tumbuh walaupun hanya dari bagian kecil tubuhnya dan populasinya cepat, karena tidak tergantung pada perbanyakan seksual. Pertumbuhannya sebagian besar adalah daun, yang menyebabkan air cepat tertutup (Mitchell, 1979 ).
            Di Kalimantan Tengah, Salvinia sp merupakan salah satu paku air yang pertumbuhannya sangat ekspansif dan sering dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena kaya akan protein. Hasil penelitian Salvinia sp. yang dikomposkan dengan aktivator EM4 menjadi pilihan untuk mensubstitusi penggunaan urea. Kompos dengan bahan Salvinia sp. ini diuji cobakan pada pertanaman cabe di lahan kering dengan harapan akan mengurangi penggunaan urea dan juga menjadi sumber bahan organik tanah.
Berdasarkan hasil penelitian Jumad (1986), bahan organik kayambang  segar sebanyak 25 dan 50 ton perhektar dapat secara nyata dapat menekan populasi Echinochloa colonum dan  berat kering Paspalum distichum. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil gabah kering gilingan tanaman padi, pembenaman kayambang segar sebanyak 25 tonper hektar berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah. Dari hasil penelitian Kaderi (2005), Pemberian konsentrat S. molesta 60% efektif meningkatkan tinggi tanaman padi,  jumlah anakan,  jumlah malai tiap rumpun, panjang malai, bobot gabah tiap rumpun, dan jumlah gabah isi. Bobot gabah tertinggi dicapai pada konsentrat S. molesta 60% yaitu 70,07 g tiap rumpun. Peningkatan konsentrat lebih dari 60% tidak meningkatkan bobot gabah tiap rumpun.
2.4              Bokashi
Pada tahun 1980, Prof. Tervo Higa dari Universitas Ryuku di Okinawa Jepang memperkenalkan konsep efektive mikroorganisme kepada pertanian alami yang kemudian populer dengan sebutan EM4 (Wati, 2007).
Efektive mikroorganisme4 merupakan kultur campuran dari berbagai mikroorganisme yang terkandung dalam EM4, yaitu bakteri fotosintetik (fototrofik) bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes dan jamur fermentasi (Depertemen Pertanian, 1997 ).
Pupuk bokashi adalah kompos yang difermentasikan oleh EM4 yang dapat dibuat dalam beberapa hari. Bokashi merupakan teknologi yang murah, tepat guna dan mudah untuk dilaksanakan pada tingkat petani, dengan memanfaatkan seluruh sumber daya alam di lingkungan pertanian (Depertemen Pertanian, 1997 ).
Menurut Wididana (1996), bokashi dapat menyuburkan tanah karena EM4 mengandung mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanah, sehingga lapisan olah tanah menjadi lebih dalam dan ruang gerak akar menjadi lebih bertambah luas. Secara kimia EM4 dapat meningkatkan pH tanah ke arah  netral, sehingga ketersediaan unsur hara menjadi semakin tinggi bagi perakaran tanaman. Dari segi biologi, EM4 dapat meningkatkan populasi mikroorganisme fermentasi dan sintetik, sehingga pertumbuhan penyakit dan serangga dapat ditekan.
Bahan organik yang difermentasikan dapat berupa jerami, kotoran ternak, sekam, daun-daunan, limbah rumah tangga, limbah pengolahan atau pabrik makanan, limbah pasar serta limbah pertanian lainnya yang tersedia dan mudah didapat dengan biaya yang murah oleh petani (Dara, 1998).
Kompos yang dibuat dengan teknologi EM4 disebut bokashi dan dapat dilakukan hanya dalam waktu 4 hari atau 4-7 hari (Dara, 1998). Sedangkan pembuatan kompos secara tradisional memerlukan waktu 3-4 bulan. Kualitas kompos yang dibuat dengan teknologi EM4 lebih baik dibandingkan kompos biasa yang memerlukan waktu 3-4 bulan (Wididana dkk,1996).



2.5              Tanah Gambut
Menurut Soepardi (1983), gambut  merupakan sisa tumbuhan yang telah mati, terus diuraikan oleh bakteri anaerob dan aerob menjadi komponen yang lebih baik. Unsur-unsur pembentuk gambut sebagian besar terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen. Selain itu juga terdapat selulosa, lignin, humus, bitumen dan lain-lain.
Tanah gambut dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tanah gambut pedalaman  dan tanah gambut pasang surut. Tanah gambut pedalaman adalah tanah gambut yang letak atau proses pembentukannya tidak dipengaruhi oleh luapan air laut, sedangkan tanah gambut pasang surut dipengaruhi oleh luapan air laut. Gambut pedalaman umumnya bereaksi masam hingga sangat masam (pH berkisar 3,6-4,4) dengan KTK yang tinggi, tetapi KB sangat rendah. Kondisi demikian tidak menunjang penyediaan unsur hara yang memadai bagi kebutuhan tanaman, terutama basa-basa seperti K, Mg dan Ca. Secara umum kejenuhan basa gambut harus mencapai 30%, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Soepardi, 1983).
Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu  1) gambut aetrofik adalah gambut yang banyak mengandung mineral, terutama kalium karbonat. Sebagian besar berada payau dan berasal dari vegetasi serat/rumput-rumputan, serta bersifat netral atau alkalin; 2) gambut oligotrofik adalah gambut yang mengandung sedikit mineral, khususnya kalium dan magnesium, serta bersifat asam atau sangat asam (pH<4); dan 3) gambut mesotrofik adalah gambut yang berada antara dua golongan diatas (Noor, 2001).
Berdasarkan proses pembentukannya, gambut dapat dibedakan menjadi dua yaitu : gambut ombrogen adalah gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh curah hujan dan gambut 2) gambut topogen adalah gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh keaadaan topografi (cekungan) dan air tanah (Noor,2001).
Berdasarkan sifat kematangannya, gambut dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu 1) gambut fibrik adalah tanah gambut yang masih tergolong mentah yang dicirikan dengan tingginya kandungan bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih  dapat dilihat aslinya dengan ukuran beragam, dengan diameter antara 0,15-2,00 mm; 2) gambut hemik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan dan bersifat separuh matang; dan 3) gambut safrik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan sangat lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang (Noor,2001).
Berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya gambut digolongankan menjadi empat kategori, yaitu 1) gambut dangkal adalah tanah gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 50-100 cm; 2) gambut tengahan adalah tanah gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 100-200 cm; 3) gambut dalam adalah tanah gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 200-300 cm; dan 4) gambut sangat dalam adalah tanah gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik >300 cm (Noor,2001).
Dari segi fisik tanah, maka tanah gambut (organosol) memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a) mempunyai kapasitas menahan air yang besar. Pada tanah organik ini daya menahan airnya bisa 2-4 kali lebih besar dari bobotnya, sedangkan pada tanah mineral daya menahan airnya hanya 1/5 hingga 2/5 saja dari berat bobot keringnya, akan tetapi ketersediaan air lebih banyak pada tanah-tanah mineral; b) tanah organik yang berserat dan berkayu, keadaan fisiknya biasanya cukup baik. Bahan organik yang telah melapuk, sebagian besar bersifat koloidal sehingga mempunyai kemampuan menyerap unsur hara (kation-kation) yang tinggi, sedang kohesi dan plastisitasnya agak rendah (Sarief,1986).
Dari segi kimia tanah, maka  tanah-tanah ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut : a) tanah ini umumnya mengandung unsur hara yang miskin. Dari hasil beberapa penelitian dapat diketahui bahwa hampir semua tanah gambut maupun tanah mineral kalau berada di daerah pasang surut reaksi tanahnya adalah masam sampai sangat asam, kecuali yang mendapat genangan langsung dari air sungai atau air laut; b) kandungan nitrogen total terdapat sangat bervariasi, dari yang rendah hingga yang tinggi, dan apabila dibandingkan dengan kandungan  C total khususnya pada tanah gambut, C/N-nya adalah tinggi, oleh karena fiksasi nitrogen oleh jasad hidup dalam proses dikomposisi bahan organik adalah besar, c) kandungan unsur fosfor (P) dan kalium (K), begitu pula alkali tanah lainnya adalah rendah; d) unsur mikro juga rendah ; dan e) mengenai kemasaman atau reaksi tanah dan kandungan unsur hara banyak tergantung kepada bahan induk dan bentuk wilayahnya (Sarief, 1986).
Menurut Noor (2001), budidaya perkebunan di lahan gambut sudah dikenal masyarakat seperti pengembangan karet (tanaman karet dikenal mampu tumbuh pada lahan yang kurang subur sekalipun), perkebunan kelapa sawit, kelapa hibrida. Tanaman perkebunan di lahan gambut memerlukan pupuk . Hasil penelitian tentang kebutuhan hara tanaman untuk tanaman perkebunan di lahan gambut telah banyak dilaporkan. Selain karet dan kelapa, tanaman perkebunan lainnya yang cocok untuk dikembangkan di lahan gambut adalah kopi, kelapa sawit, cokelat, sagu, dan nenas.
I.        BAHAN DAN ALAT
1.1              Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di belakang Laboratorium Sub Analitik Universitas Palangkaraya (UNPAR) dimulai pada bulan Juli sampai Oktober 2011.
3.2       Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah  tanah gambut pedalaman, bokashi kayambang (kayambang, gula, EM4 dan air, dedak, pupuk kandang),  polybag ukuran 40-50 cm, kapur dolomite, bibit kelapa sawit varietas Bah Lias produksi PT. Lonsum.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, sprayer, thermometer, timba, pisau, meteran, timbangan, alat tulis, terpal, peralatan dan alat bantu lainnya yang menunjang penelitian.
3.3       Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal, terdiri 4 (empat) taraf perlakuan yaitu :
K0                     = kontrol (  0 kg.polibag-1)
K1         = bokashi kayambang ( 0,5 kg.polibag-1 dengan kadar air 695 %)
K2                     = bokashi kayambang ( 1 kg.polibag-1 dengan kadar air 695 %)
K3                     = bokashi kayambang ( 2 kg.polibag-1 dengan kadar air 695 %)
Penentuan dosis yang digunakan pertanaman dicobakan dosis yang lebih rendah dari 3 kg.polibag-1 untuk mengetahui respon dosis yang terbaik sesuai dengan saran dari perusahaan penghasil pupuk organik atau petrogenik ( PT. Aneka Jasa Grhadika,2008). Keperluan bokashi kayambang dapat dilihat pada lampiran 3.
Masing – masing percobaan diulang 6 kali sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. Tata letak satuan percobaan dapat dilihat pada lampiran 21 dan gambar pembibitan terdapat pada lampiran 20.
          Model linier aditif berdasarkan Yitnosumarto (1993) adalah sebagai berikut :
            Yij        = µ + Ï„ i + €ij
            i = 1,2,3,4        ;           j = 1,2,3,4,5,6
Dimana :
Yij     =     Nilai pengamatan pada perlakuan pemberian bokashi kayambang ke-i (i = 1,2,3,dan 4) dan pada ulangan ke-j ( j = 1,2,3,4,5 dan 6).
µ       =     Nilai tengah umum
Ï„ i      =     pengaruh aplikasi dosis bokashi kayambang terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit ke-i
€ij     =     galat percobaan perlakuan pengaruh aplikasi dosis bokashi kayambang terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit ke-j
3.4       Pelaksanaan Penelitian
3.4.1    Analisis Kandungan Hara
            Sebagai data pendukung pada kegiatan penelitian ini dilakukan analisis kandungan hara bokashi kayambang, serta analisis kimia kandungan unsur hara tanah sebelum perlakuan dengan parameter yang dianalisis adalah pH, N, P, K, Ca, Mg dan analisis pH tanah sesudah perlakuan. Analisis kandungan hara dilakukan  di Laboratorium Analitik Universitas Palangkaraya.
3.4.2    Pembuatan Bokashi Kayambang Berbasis Dekomposer EM4
            Pupuk bokashi kayambang dibuat dari bahan kayambang 200 kg, gula putih 10 sendok makan atau 160 gram, EM4 10 sendok makan atau 80 ml, dedak 10 kg, pupuk kandang 10 kg dan air 10 liter , melalui proses fermentasi selama 1 sampai 2 minggu. Pembuatan bokashi kayambang yaitu mencampurkan EM4, gula  dan air. Kayambang segar dicacah menjadi bagian-bagian kecil kemudian dicampur dengan dedak secara merata setelah itu dicampur dengan pupuk kandang secara merata kemudian disiram bahan dengan larutan EM4 yang telah dicampur dan mengaduk bahan secara merata hingga  kandungan air kira-kira tinggal ± 30-40 %, kemudian dimasukkan ke dalam terpal dan mempertahankan suhunya antara 40ºC-50ºC diamkan selama 1 sampai 2 minggu. Tiga hari setelah pembuatan bokashi dilakukan penyiraman lagi larutan EM4 (10 sendok makan EM4, 10 sendok makan gula pasir dan 5 liter air). Setelah bahan menjadi bokashi, terpal dibuka, bokashi yang sudah jadi dicirikan dengan warna hitam, gembur, tidak panas, dan tidak berbau.
3.4.3    Pembuatan Rak Untuk Tempat Bibit
             Pembuatan rak untuk tempat bibit kelapa sawit dimaksudkan agar bibit terhindar dari bahaya genangan air, karena tempat penelitian yang terletak di belakang laboratorium tersebut potensi tergenang air saat musim hujan. Rak terbuat dari kayu bulat dan papan dengan panjang rak 4 meter dan tinggi 40 cm mampu menampung 4 bibit.


3.4.4    Persiapan Media Tanam
             Media tanam berupa tanah gambut  pedalaman yang diambil pada kedalaman 0-20 cm dan dibersihkan dari rerumputan dan semak, tanah kemudian dikering anginkan selama 1 (satu) minggu, selanjutnya diayak dengan ayakan berdiameter 5 mm. Media tanam yang sudah  diayak (bersihkan dari kotoran dan gumpalan-gumpalan tanah), kemudian dilakukan pengapuran dengan kapur dolomit 4 ton.ha-1 (50 gram/polybag). Selanjutnya diaduk secara merata dan dimasukkan dalam polybag berukuran 50 cm x 40 cm. sebanyak 24 satuan percobaan, berat media tanam tanah gambut per polybag sebanyak 6 kg. Keperluan  kapur dolomit dapat dilihat pada lampiran 1.
3.4.5    Pemberian  Pupuk Bokashi Kayambang
Aplikasi pupuk bokashi kayambang dalam media tanam sesuai dengan  perlakuan yang sudah ditentukan dengan cara mencampur keduanya. Setelah penerapan pupuk bokashi kayambang selesai dilakukan inkubasi selama 5 hari.
3.4.6    Persiapan Bibit Tanaman Kelapa Sawit dan Penanaman
            Bibit kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit varietas Bah Lias produksi PT. Lonsum. yang dibeli dari petani sawit yang ada di Palangka Raya. Bibit yang digunakan berumur 6 bulan. Bibit kelapa sawit dipilih yang seragam, sehat, dan tidak terserang hama dan penyakit.
Setelah masa inkubasi pemberian  bokashi kayambang selesai, bibit kelapa sawit selanjutnya ditanam ke media tanam yang telah disediakan sebelumnya.
            Penanaman dilakukan pada sore atau pagi hari pada saat matahari tidak terlalu terik. Setelah penanaman selesai, kemudian dilakukan penyiraman.
3.4.7    Pemupukan
            Pupuk yang digunakan selama penelitian ini adalah pupuk dasar berupa pupuk majemuk NPK mutiara serta pupuk organik (bokashi kayambang) sebagai pupuk dasar.  Dosis pupuk NPK mutiara yang digunakan sebanyak 80 kg.ha-1 atau dosis pertanaman 1 gram.polibag-1. Selama penelitian pupuk NPK diberikan 1 kali. Pupuk tersebut diberikan dengan cara dibenamkan sejauh 10 cm dari batang tanaman. Sedangkan pupuk organik (bokashi kayambang) diberikan sesuai dengan perlakukan  saat persiapan media tanam. Keperluan pupuk NPK dapat dilihat pada lampiran 3.
3.4.8    Pemeliharaan
            Pemeliharaan dalam kegiatan penelitian ini meliputi: penyiraman, penyiangan, dan pembumbunan, pencegahan serta pengendalian hama dan penyakit tanaman.
            Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari dengan menggunakan takaran gelas plastik isi 220 ml sebanyak 2 gelas. Bila malam hari ada curah hujan, tidak disiram pada keesokan pagi hari, dan penyiraman sore hari tergantung pada kelembapan tanah di polibag. Bila pagi hari turun hujan, maka tidak perlu penyiraman pagi dan sore hari.
            Penyiangan gulma, dilakukan apabila terdapat gulma di sekitar tanaman, penyiangan dengan cara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh. Bersamaan penyiangan dilakukan pula penggemburan tanah di sekitar tanaman.
            Pencegahan dan pengendalian hama menyesuaikan dengan tingkat serangan hama, karena hama yang menyerang sedikit, sehingga pada penelitian ini serangan hama dikendalikan secara manual tanpa menggunakan pestisida.
3.5       Variabel Pengamatan
Beberapa variabel pengamatan yang diamati dalam penelitian sebagai berikut:
1.      Pertambahan Tinggi tanaman (cm), diukur  dari pangkal batang sampai ke ujung pucuk daun tertinggi yang telah mengembang penuh. Terlebih dahulu daun pertama ditegakkan vertikal baru diukur. Pengamatan dilakukan mulai umur 2,4,6,8,10, 12 dan 14 minggu setelah tanam.
2.      Pertambahan Jumlah pelepah daun (helai), dihitung semua pelepah daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan mulai umur 2, 4, 6, 8,10,12 dan 14 minggu setelah tanam.
3.      Pertambahan diameter batang (cm), diukur dipangkal batang dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan dilakukan mulai umur 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 minggu setelah tanam.
4.      Luas daun (cm2), pengukuran dilakukan pada akhir penelitian (14 minggu setelah tanam) dengan cara mengukur panjang dan lebar daun. Luas daun di dapat dengan menggunakan rumus berikut :
Luas daun = P x l x k
P  = Panjang daun
l    = Lebar daun
k   = Konstanta ( konstanta daun bibit kelapa sawit)
k   = LD sebenarnya ( dihitung dengan kertas millimeter)                       
                                         LD dihitung P x l
     Diketahui dari hasil penelitian ini konstantanya adalah 0,68
5.      Panjang akar (cm), pengukuran dilakukan pada akhir penelitian (14 mst ), dengan cara mengukur akar dari pangkal sampai ujung akar terpanjang.
6.      Jumlah akar (buah), pengukuran dilakukan pada akhir penelitian (14 mst), pengukuran dengan cara menghitung jumlah akar primer yang muncul dari pangkal akar.
7.      Berat basah bibit tanaman kelapa sawit (gram), pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan (14 mst), pengukuran dengan cara membongkar bibit tanaman kelapan sawit dari polibag, dipisahkan dari tanah dan kotoran kemudian dibersihkan setelah itu ditimbang dengan timbangan digital analitik.
8.      Berat kering bibit tanaman kelapa sawit (gram), pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan (14 mst), setelah selesai dilakukan pengukuran berat basah tanaman, tanaman di oven selama 4 hari dengan suhu 70°C kemudian ditimbang berat kering tanaman.


3.6       Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan  analisis ragam (Uji F) pada taraf α = 0,05 dan α = 0,01. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan  uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf α = 0,05 untuk mengetahui perbedaan antar taraf perlakuan.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN             
4.1       Hasil Penelitian
4.1.1    Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan pertambahan tinggi bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 6 dan hasil analisis ragam pada lampiran 7. Berdasarkan data hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada pengamatan 2 hingga 8 mst pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit tanaman kelapa sawit. Pada pengamatan 10  hingga 14 mst pemberian bokashi kayambang berpengaruh nyata terhadap pertambahan bibit tanaman kelapa sawit. Rata-rata pertambahan tinggi bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 2 hingga 14 mst disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.  Rata-rata pertambahan tinggi bibit tanaman  kelapa sawit pada umur pengamatan 2,4,6,8,10,12 dan 14 mst

No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
14 MST
1
K0
7,75
11,47
15,63
19,38
25,30ab
29,97 ab
38,16ab
2
K1
4,38
8,83
16,17
25,33
32,66 b
38,50   b
  51,00  b
3
K2
5,18
9,58
15,08
19,00
23,58ab
27,75 ab
40,83ab
4
K3
5,78
7,75
14,75
17,67
19,50a
24,08 a
35,5a
BNJ 0,05
-
-
-
-
10,33
12,78
14,75
Keterangan :         Angka-angka yang diikuti huruf yang sama  pada  kolom  yang sama   menunjukkan tidak berbeda  nyata menurut uji BNJ 5 %




4.1.2    Pertambahan Jumlah Pelepah Daun Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan pertambahan jumlah pelepah daun bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 8 dan hasil analisis ragam pada lampiran 9. Berdasarkan hasil data hasil analisis ragam menunjukan bahwa pada pengamatan 2 dan 4 mst pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah pelepah daun bibit tanaman kelapa sawit, sedangkan pada pengamatan 6 dan 8 mst pemberian bokashi berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap pertambahan jumlah pelepah daun bibit tanaman kelapa sawit, namun pada pengamatan selanjutnya yaitu 10 hingga 14 mst pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah pelepah daun bibit tanaman kelapa sawit. Rata- rata pertambahan jumlah pelepah daun bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 2 hingga 14 mst disajikan pada tabel 2.
Tabel 2.  Rata-rata pertambahan jumlah pelepah bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 2,4,6,8,10,12 dan 14 mst

No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
14 MST
1
K0
1,33
2,17
3,00b
4,33 b
5,00
5,67
5,67
2
K1
0,67
1,00
1,83a
3,00 a
3,67
4,33
4,50
3
K2
0,83
1,17
1,83a
2,67 a
3,50
4,17
4,83
4
K3
1,00
1,00
1,83a
2,67 a
4,00
4,17
4,83
BNJ 0,05
-
-
1,17
1,35
-
-
-
Keterangan :         Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda  pada  kolom yang sama menunjukkan  perbedaan yang  nyata menurut uji BNJ 5 %
4.1.3    Pertambahan Diameter Batang Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan pertambahan diameter batang bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 10 dan data hasil analisis ragam pada lampiran 11. Berdasarkan data hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada pengamatan 2 hingga 14 mst pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bibit tanaman kelapa sawit. Rata – rata pertambahan diameter batang bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 2 hingga 14 mst disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.  Rata-rata pertambahan diameter batang bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 2,4,6,8,10,12 dan 14 mst
                                                      
No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
14 MST
1
K0
0,28
0,88
1,03
1,43
1,67
2,12
2,52
2
K1
0,18
0,50
1,00
1,33
1,63
2,12
2,52
3
K2
0,20
0,60
0,98
1,33
1,48
2,20
2,57
4
K3
0,33
0,53
0,93
1,35
1,57
2,17
2,58
BNJ 0,05
-
-
-
-
-
-
-

4.1.4    Luas Daun Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan luas daun bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 12 dan data hasil analisis ragam pada lampiran 13. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada umur pengamatan 14 mst pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit tanaman kelapa sawit. Rata-rata luas daun bibit tanaman kelapa sawit pada umur 14 mst disajikan pada Tabel 4.




Tabel 4.  Rata-rata luas daun bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst

No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-14 mst
1
K0
12.228,10
2
K1
14.187,52
3
K2
15.359,76
4
K3
16.877,32
BNJ 0,05
-

4.1.5    Panjang Akar Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan panjang akar bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 14 dan data hasil analsis ragam pada lampiran 15. Berdasarkan data hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar bibit tanaman kelapa sawit. Rata– rata panjang akar bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.  Rata-rata panjang akar bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst

No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-14 mst
1
K0
41,25
2
K1
34,50
3
K2
36,00
4
K3
30,27
BNJ 0,05
-


4.1.6    Jumlah Akar Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan jumlah akar bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 14 dan data hasil analisis ragam pada lampiran 16. Berdasarkan data hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar bibit tanaman kelapa sawit. Rata-rata jumlah akar bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6.  Rata-rata jumlah akar bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst

No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-14 mst
1
K0
14,33
2
K1
14,33
3
K2
13,17
4
K3
14,17
BNJ 0,05
-

4.1.7    Berat Basah Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan berat basah bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 17 dan data hasil analisis ragam pada lampiran 18. Berdasarkan data hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bokashi kayambang berpengaruh nyata terhadap berat basah bibit tanaman kelapa sawit. Rata-rata berat basah bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst disajikan pada Tabel 7.         




Tabel 7.  Rata-rata berat basah bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst

No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-14 mst
1
K0
527,51a
2
K1
664,14 ab
3
K2
709,49 ab
4
K3
831,62   b
BNJ 0,05
237,00
Keterangan :         Angka-angka yang diikuti  huruf  yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%
4.1.8    Berat Kering Bibit Tanaman Kelapa Sawit
            Data hasil pengamatan berat kering bibit tanaman kelapa sawit disajikan pada lampiran 17 dan hasil analisis ragam pada     lampiran 19. Berdasarkan data hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada pengamatan 14 mst pemberian bokashi kayambang tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering bibit tanaman kelapa sawit. Rata-rata berat kering akar bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8.  Rata-rata berat kering bibit tanaman kelapa sawit pada umur pengamatan 14 mst

No.
Perlakuan
Pengamatan Ke-14 mst
1
K0
157,87a
2
K1
197,1 ab
3
K2
214,61 b
4
K3
227,39 b
BNJ 0,05
54,02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar